Budaya Makanan Indonesia

BUDAYA MAKANAN LOKAL INDONESIA

 Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya yang tersebar di setiap pulaunya. Nggak hanya itu aja, Indonesia juga kaya akan sumber daya manusianya juga. Masyarakatnya terdiri dari berbagai macam suku, budaya dan agama. Nggak percaya?? Buktinya, pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa Indonesia memiliki 31 kelompok suku bangsa yang dipecah lagi menjadi 1331 sub suku bangsa... Wow banyak banget yaa.. Lima kelompok suku yang memiliki presentase tertinggi adalah suku Jawa, Sunda, Batak, suku yang  ada di Sulawesi dan Madura.

Setiap suku memiliki budaya khasnya sendiri. Nah, budaya dapat memperngaruhi cara mengolah dan menyantap makanan. Indonesia memiliki banyak makanan lokal yang dipenaruhi oleh setiap budayanya. Berikut ini ada 5 makanan lokal Indonesia.

1. Ombus ombus

Ombus-ombus adalah makanan khas Batak yang umum dijumpai pada acara adat dan terutama dalam perayaan meletakkan batu pertama dalam memasuki rumah baru. Namun sekarang banyak juga ombus-ombus yang dijual di warung-warung maupun dijual di daerah Tapanuli, Medan, dan daerah-daerah tertentu lainnya. Kue ombus-ombus dibuat dengan bahan tepung beras yang diberi gula pada bagian tengahnya dan dibungkus dengan daun pisang. Pemberian nama ombus-ombus berasal dari cara memakannya dimana ombus-ombus akan ditiup ketika dimakan dalam keadaan hangat (dihembuskan)

2.     Kue Mangkok

Pada awalnya, kue ini diperkenalkan oleh para imigran Tiongkok Selatan kepada rakyat Indonesia. Bentuk dari kue ini sendiri menyerupai cupcake dan menjadi salah satu kue basah yang relatif digemari di Indonesia. Kue ini dibuat dengan bahan berupa tepung beras yang dicampur dengan sedikit tepung terigu, tape singkong, dan gula dan diberi pewarna merah alami yang berasal dari sejenis beras yang memiliki warna merah. Sering dijualnya kue mangkok di pasar tradisional membuat kue mangkok mengalami indigenisasi dan menjadi bagian dari budaya pangan Indonesia. Umumnya kue mangkok dihidangkan pada pesta ulang tahun atau pertemuan yang diselenggarakan oleh warga suatu daerah. Di Bali, kue mangkok umum digunakan sebagai bagian dari hiasan sesajian mengingat warnanya yang menarik dan cerah.

3.     Rusip

Rusip merupakan salah satu bahan pangan yang umum digunakan sebagai sambal untuk pangan tertentu. Rusip atau yang dikenal juga sebagai rusep dibuat dengan menggunakan ikan teri yang difermentasi bersama dengan garam dan gula merah dan diawetkan selama minimal 7 hari. Setelah terfermentasi yang ditandai dengan bau asam, ikan kemudian dikeluarkan dan dicampur dengan jeruk kunci, bawang merah, dan cabai.Umumnya masyarakat Bangka belitung menyantap rusip bersama dengan olahan ikan dan sayuran lainnya seperti selada, timun, dan terong.
     Di Bangka, sambal ini biasa dimakan kapan saja dan tidak ada waktu yang khusus untuk memakannya. Sebagian orang bahkan menganggap hidangan ini bukan sebagai sambal melainkan lauk pada saat makan. Di Bangka, sambal fermentasi dari berbagai jenis ikan memang terkenal mengingat daerahnya yang berada di wilayah pesisir sehingga tidak ada kesulitan dalam memperoleh ikan laut. Hal ini juga berdampak pada banyaknya aneka masakan yang didominasi dengan ikan-ikanan.

4.     Karedok

Karedok adalah salah satu makanan khas suku Sunda. Makanan ini terbuat dari sayur-sayur mentah yang disiram dengan pasta bumbu kacang. Karedok dibedakan menjadi tiga macam, yaitu karedok lenca, karedok kacang panjang dan karedok terung. Pemberian nama makanan ini diambil dari desa yang bernama Desa Karedok.
   Pada zaman dahulu, terdapat perkampungan yang terletak di seberang Sungai Cimanuk (wilayah Sumedang Larang atau Negara Mayeuti), mengalami bencana longsor sehingga warga perkampungan tersebut harus pindah ke Kampung sebelah,yang namanya Kampung Rancakeong atau Babakan Bobol. Suatu saat, ada seorang bupati bernama Pangeran Aria Soeria Atmadja yang sedang menangkap ikan di sekitar Sungai. Beberapa lama kemudian Ia memutuskan untuk beristirahat sejenak di Kampung Bobol karena merasa lelah saat memancing ikan. Ada warga setempat yang tidak sengaja melihat bupati tersebut sedang berdiam di kampungnya. Karena warga tersebut merasa hormat, maka bupati tersebut disuguhkan hidangan nasi dengan karedok terung.   Ternyata sang bupati merasakan kenikmatan dari hidangan tersebut ketika menyantap hidangan tersebut.Sehabis menyantap, bupati tersebut pulang ke rumahnya dan menceritakan kepada Sesepuh Sumedang tentang rasa nikmatnya dari hidangan yang Ia makan tadi. Karena rasa ingin tahu, Sesepuh ingin mencoba makanannya juga. Kemudian Ia mengajak teman-temannya untuk berkunjung ke kampung Bobol. Mereka dijamu makanan tersebut oleh warga setempat. Sesepuh dan teman-temannya merasakan kenikmatan yg sama seperti bupati ketika menyantap makanan tersebut. Karena makanan itu enak dimakan dan menjadi tekenal, maka kampung tersebut berubah menjadi “kampung karedok” dan desa nya juga menjadi “Desa Karedok”.

5.     Ketupat lebaran

Ketupat lebaran merupakan hasil dari akulturusi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan islam. Diperkenalkan pertama kali oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, Beliau pada saat itu memperkenalkannya pada masyarakat Jawa kemudian menyebar ke seluruh pelosok Indonesia. Ketupat atau kupat memiliki arti yang dalam bahasa Jawa yaitu Ngaku Lepat yang berarti mengakui kesalahan. Dalam pembuatan ketupat sendiri terdiri dari daun kelapa yang dianyam kemudian diisi dengan beras lalu kemudian dimasak.
     Filosofi dari ketupat itu terdiri dari lima hal, yaitu yang pertama adalah dari bungkusan ketupat yang rumit yang memiliki arti beragamnya kesalahan yang ada pada manusia. Kemudian yang kedua adalah dimana ketika ketupat tersebut dibuka, maka dapat terlihat di dalamnya nasi putih yang artinya adalah kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan atas segala kesalahan yang diperbuat. Ketiga adalah bentuk ketupat yang sempurna, yang artinya adalah kemenang uman Islam setelah menjalani puasa selama sebulan dan berkahir pada hari Raya Idul Fitri. Keempat yaitu ketupat biasanya dihidangkan dengan santan, yang mana hal ini sesuai dengan pantun Jawa yang berbunyi “KUPA SANTEN”, Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten yang artinya Saya Salah Mohon Maaf. Kelima, beras yang diisikan pada ketupat melambangkan kemakmuran setelah hari raya idul fitri. Dari kelima filosofi tersebut maka diharapkan sesama muslim dapat mengakui setiap kesalahannya dan saling memaafkan serta melupakan kesalahan dengan cara memakan ketupat.

Komentar

Postingan Populer